BI Rate merupakan suku bunga kebijakan yang
mencerminkan kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah melalui bank
sentral yaitu Bank Indonesia dan diumumkan kepada public sebagai acuan untuk
mempertahankan kestabilan ekonomi. BI Rate ditetapkan oleh BI setiap bulannya
melalui rapat dewan gubernur dengan memperhatikan kondisi ekonomi dalam negeri
dan luar negeri. Salah satu factor dari penetapan BI Rate adalah tingkat
proyeksi inflasi, apabila tingkat inflasi diproyeksikan akan tinggi maka BI
akan menaikkan BI Rate guna mengontrol jumlah peredaran mata uang yang ada di
masyarakat, dan apabila tingkat inflasi diproyeksikan rendah maka BI akan
menurunkan BI Rate yang nantinya akan menstimulus penarikan dana dalam bentuk
kredit masyarakat biasanya hal ini dilakukan saat ekonomi melemah / dibarengi
dengan pelaksanaan kebijakan ekonomi ekspansif. BI Rate diperhitungkan satu
tahun, dengan demikian BI menerapkan perubahan kebijakan intrumen suku bunga
acuan tidak lagi menggunakan BI Rate tetapi menggunakan BI Seven Days Repo Rate
yang menggunakan sistem perhitungan rata rata suku bunga perbankan dalam 7
hari. Dengan perhitungan yang lebih pendek maka penyesuaian / adjustment suku
bunga oleh bank lebih cepat sehingga dampak perekonomian kepada masyarakat
dapat lebih cepat, sebagai contoh bunga KPR dan kredit modal usaha. Perubahan
sistem suku bunga acuan yang dilakukan oleh BI dimaksudkan agar bisnis
perbankan di Indonesia dapat mengacu kepada Repo Rate BI sehingga suku bunga
yang dipakai oleh perbankan Indonesia mendapatkan nilai yang realistis. BI Repo
Rate mencerminkan keadaan yang dinamis dari suatu aktivitas pasar keuangan
karena akan selalu menyesuaikan kondisi real di pasar keuangan berbeda dengan
BI Rate yang berjangka panjang yaitu 12 bulan dan dianggap kurang dinamis
dengan aktivitas pasar keuangan. Dengan perubahan ini diharapkan pasar keuangan
Indonesia akan semakin sehat dengan program pemerintah yaitu single digit rate,
yang mana apabila dapat terlakasana dengan baik maka program kredit akan
berjalan dengan lancar dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dengan kebijakan
ini juga Net Interest Margin / NIM
perbankan di Indonesia yang tergolong tinggi di kawasan Asia Tenggara dapat
dipangkas sehingga nantinya perbankan dalam negeri dapat melakukan pelayanan
jasa keuangan yang lebih sehat kepada nasabah.
Jumat, 29 Desember 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar