Sumber – sumber Hukum
PENGERTIAN SUMBER HUKUM
Sumber sumber hukum dapat diartikan
sebagai bahan bahan yang digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam
memutuskan perkara. Istilah dapat diartikan dari berbagai perspektif terhadap
hukum. Bagi sejarawan dan sosiolog hukum tidak sekedar gejala sosial sehingga
harus didekati secara ilmiah. Sedangkan filsuf dan yuris memandang hukum
sebagai ketentuan perilaku dan sistem nilai. Sejarawan hukum menggunakan
istilah seumber hukum dalam dua arti yaitu dalam arti sumber tempat orang orang
untuk mengetahui hukum dan sumber sebagai pembentuk suatu peraturan perundang
undangan. Dari perspektif sosiologis sumber hukum berarti faktor faktor yang
benar benar menyebabkan suatu hukum itu berlaku. Faktor tersebut yang menjadi
bahan terbentuknya suatu hukum. Menurut penganut sosiologi faktor faktor
tersebut harus dipertimbangkan oleh legislator atau hakim untuk memutus suatu
perkara, apabila hal itu terabaikan maka hukum itu tidak lebih hanya mengikuti
kehendak penguasa. Dari sudut pandang filsufis terdapat arti dari sumber hukum
yaitu, merupakan keadilan yang merupakan esensi hukum. Dalam hal ini sumber
hukum menetapkan kriteria apakah hukum tersebut telah berdasar keadilan atau fairness yang disesuaikan dengan kondisi
saat itu. Dalam pola pikir kontinental sumber hukum merupakan suatu proses
terjadinya hukum dalam mengikat masyarakat. Proses yang dimaksud adalah bukan
hanya pemebentukan suatu hukum oleh badan pemerintah tetapi penyerapan
substansi hukum tersebut oleh masyarakat. Dalam pola pikir Anglo-American dibedakan antara sumber hukum arti formal dan arti
material. Sumber hukum formal merupakan formulasi tekstual yang berupa dokumen
resmi berasal dari kekuatan mengikat dan validitas dan dibuat oleh negara.
Sedangkan hukum material merupakan hukum berupa kebiasaan, perjanjian, dan lain
lain yang tidak dibuat oleh organ negara.
SUMBER HUKUM MENURUT SISTEM CIVIL LAW
Bentuk sumber dalam arti formal dalam
civil law adalah peraturan perundang
undangan, kebiasaan, dan yurisprudensi. Dalam pengambilan keputusan para yuris
atau lembaga peradilan mengacu pada sumber tersebut.
Peraturan perudang undangan memiliki dua karakteristik yaitu berlaku umum dan isinya
mengikat keluar. Dalam sifat berlaku umum dapat dipisah menjadi dua lagi yaitu
peraturan perundang undangan dan penetapan. Penetapan berlaku secara individual
tetapi harus dihormati oleh orang lain. Sedangkan perundang undangan memiliki
asas hierarki dan asas preferensi. Hierarki merujuk pada urutan perundang
undangan yang berada pada urutan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang statusnya lebih tinggi. Asas preferensi menjaleaskan bahwa
apabila pada waktu yang bersamaan keluar peraturan yang substasnsi nya sama
maka yang terbaru lah peraturan yang diunggulkan dalam statusnya.
Negara penganut sistem civil law menempatkan konstitusi pada
urutan tertinggi dalam konstitusi dan semua negara nya pasti memiliki
konstitusi tertulis. Konstitusi merupakan kompilasi undang undang yang mengatur
tentan lembaga negara beserta fungsi dan haknya serta memuat kekuasaan politik
yang dibatasi oleh UU. Konstitusi dirancang untuk menyeimbangkan hak hak rakyat
dengan kapasitas lembaga penyelenggara negara sehingga negara dapat berjalan
dan berfungsi dengan layak. Oleh karena itulah yang paling utama dalam
konstitusi adalah memuat hak asasi manusia dan struktur fundamental
pemerintahan. Peringkat kedua dalam hierarki perundang undangan adalah Undang
undang. Undang undang dibuat oleh lembaga parlemen atau legislatif yang
pengesahannya oleh kepala negara. Undang undang bersifat mengikat bagi seluruh
warga negara dan memiliki sifat wajib diketahui oleh seluruhnya. Undang undang
merupakan produk parlemen dalam melakukan fungsi legislatif. Dalam hal ini
rakyat mewujudkan nilai demokratis melalui wakil rakyat. Dalam pelaksanaannya
undang undang tidak selalu berjalan dengan baik sehingga membutuhkan suatu lembaga
pengontrol pelaksanaan undang undang.
Kebiasaan
merupakan sumber hukum kedua yang dirujuk pada negara penganut sistem civil
law. Lebih tepatnya adalah hukum kebiasaan, dapat diketahui bahwa substansi
undang undang tidak selalu dapat diterima oleh masyarakat. Suatu transformasi
sebuah kebiasaan bisa menjadi hukum adalah suatu kebiasaan tersebut dilakukan
berulang kali dan didasari oleh unsur psikologis yang berarti adanya suatu
kewajiban yang harus dilakukan sesuai norma akibat konsekuensi sebuah hukum.
Kebiasaan yang dilakukan berulang ulang dapat mengindikasikan cerminan cita
keadilan. Selengkap lengkapnya undang undang akan ada suatu problematika yang
harus diselesaikan oleh hukum kebiasaan. Pada negara demokrasi, hukum ini
sangat diperhitungkan dan dilindungi
oleh organ negara karena mengindikasikan sebuah unsur demokrasi negara
tersebut.
Yurisprudensi
merupakan sumber hukum ketiga yang dirujuk pada negara penganut sistem civil law. Pada saat ini negara modern
lembaga peradilannya terlepas dari pengaruh politik sehingga para putusan hakim
dapat dikatakan bersifat netral. Tetapi penggunaan keputusan hakim terdahulu
pada sistem civil law masih terbilang
kuat dibandingkan negara common law
karena dapat diketahui bahwa civil law
memiliki suatu hierarki undang undang yang menempatkan suatu Konstitusi dan
undang undang memiliki status yang tinggi.
PENEMUAN HUKUM
Terlepas dari kewajiban mengikuti
preseden, penggunaan yurisprudensi sebagai penyelesaian suatu sengketa
menunjukkan bahwa hakim tidak semata mata hanya menerapkan undang undang tetapi
juga sebagai pembentuk suatu hukum. Oleh karena itu hakim melakukan pembentukan
hukum (rechtsvorming), analogi (rechtsanalogie), penghalusan hukum (rechtsverfijning) atau penafsiran (interpretative). Kegiatan semacam itu
dalam hukum kontinental disebut penemuan hukum (rechtsvinding). Tetapi sebenarnya dalam corpus iuris civilis disebutkan Non
exemplis sed legibus iudiciandum est yang berarti menolak yurisprudensi
sebagai sumber hukum. Tetapi apabila di hubungkan dengan asas demokrasi,
yurisprudensi merupakan suatu bentuk pelaksanaan hukum yang dibuat oleh badan legislatif
yang mana merupakan bagian perwakilan dari rakyat. Rechtsvorming dilakukan
apabila suatu hukum yang ada dinggap kurang jelas menjelaskan. Hal ini bersifat
situasional serta kasuistik terhadap suatu pernyataan hukum yang dapat
menimbulkan multitafsir. Sebagai contoh adalah pada alam pasal 6 UU No 23 Tahun
2003 Tentang Pemilihan Presiden. Melalui SK No 31 Tahun 2004, KPU mengartikan
yang dimaksud “mampu secara rohani dan jasmani” adalah segi medis atau sehat.
Karena istilah yang digunakan oleh ketentuan UUD bermakna ganda maka pengadilan
memutuskan pembentukan hukum dengan mengartikan kemampuan secara jasmani dan
rohani sebagai sehat secara medis. Untuk menjelaskan tentang penghalusan hukum (rechtsverfijning)
merujuk pada pasal 249 (2) sub 3 kitab undang undang hukum pidana Belanda
(wetboek van strafrecht). Ketentuan itu menetapkan sebagai hukuman pidana bagi
mereka yang aktif dalam pemeliharaan kesehatan dan pemeliharaan sosial dan
melakukan perbuatan mesum pada pasien atau klien yang sudah percaya dengannya
karena bantuannya. Dan dalam masyarakat belanda hidup bersama diluar perkawinan
atau mereka sebut samenwonen (living together) bukan suatu perbuatan mesum.
Oleh karena itu Brouwer Cs memberikan pendapat untuk pengecualian merujuk pada
tujuan hukum. Dengan adanya pengecualian tersebut berarti terdapat syarat
tambahan yang ditetapkan oleh hakim. Dalam hal inilah hakim telah menghaluskan
(verfijnen) aturan yang masih belum operasional. Akhirnya apa yang dikatakan
oleh hakim adalah penafsiran atau interpretasi (interpretatie) terhadap
undang undang. Ajaran interpretasi pertama kali dikemukakan oleh F.C von
Savigny. Suatu interpretasi yang jelas akan berfungsi sebagai rekonstruksi cita
hukum yang tersembunyi. Interpretasi terbagi menjadi Interpretasi gramatikal,
interpretasi sudut sejarah pembentukan undang undang, interpretasi sistematik,
interpretasi teleologis. Interpretasi gramatikal terjadi apabila dalam
menetapkan pengertian aturan undang undang merujuk kepada kata kata yang
digunakan atau bagian bagian kalimat berdasarkan kata sehari hari atau yang
lazim digunakan. Interpretasi sudut sejarah pembentukan undang undang dilakukan
apabila ditelusuri risalah pembentukan undang undang itu. Interpretasi
Sistematis dimulai dari pengertian hukum yang merupakan suatu sistem dimana
dibutuhkan konsistensi, konsistensi disini erat keterkaitannya dengan berbagai
ketentuan. Kemudian interpretasi yang terakhir adalah Interpretasi Teologis
yang merupakan interpretasi dengan acuan melihat kepada tujuan adanya undang undang
tersebut. Dengan menggunakan interpretasi teologis, hakim dapat berperan untuk
memberikan nilai nilai keadilan dari aturan undang undang.
SUMBER SUMBER HUKUM MENURUT SISTEM
COMMON LAW
Sumber hukum di negara negara
penganut sistem common law hanya yurisprudensi
yang di Inggris disebut judge-made law
atau di Amerika disebut case law dan
perundang undangan (statute law). Di
Inggris sebelum dituangkan kedalam common
law, hukum yang berlaku secara esensial merupakan hukum kebiasaan. Akan
tetapi hukum di Inggris bukanlah hukum kebiasaan karena pembentukan hukumnya
berdasarkan atas nalar (reason).
Mengenai sumber hukum ini terdapat perbedaan antara Inggris dan Amerika.
Pertama adalah Inggris wajib mengikuti rules
yang dinyatakan dalam putusan hakim sebelumnya. Kedua, di Amerika dikenal
adanya judicial review, yaitu
pengadilan dapat menyatakan tidak sah ketentuan undang undang yang berlawanan
dengan konstitusi dan Inggris tidak mengenal hal itu dikarenakan Inggris tidak
memiliki konstitusi tertulis dan di Inggris terkenal dengan adanya supremasi
parlemen.
1 komentar:
sering-sering buat tentang hukum oke...
Posting Komentar