Pages

Banner 468 x 60px

 

Minggu, 22 Oktober 2017

SUMBER HUKUM [COMMON LAW & CIVIL LAW]

1 komentar
Sumber – sumber Hukum
PENGERTIAN SUMBER HUKUM
Hasil gambar untuk sumber hukumSumber sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan bahan yang digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutuskan perkara. Istilah dapat diartikan dari berbagai perspektif terhadap hukum. Bagi sejarawan dan sosiolog hukum tidak sekedar gejala sosial sehingga harus didekati secara ilmiah. Sedangkan filsuf dan yuris memandang hukum sebagai ketentuan perilaku dan sistem nilai. Sejarawan hukum menggunakan istilah seumber hukum dalam dua arti yaitu dalam arti sumber tempat orang orang untuk mengetahui hukum dan sumber sebagai pembentuk suatu peraturan perundang undangan. Dari perspektif sosiologis sumber hukum berarti faktor faktor yang benar benar menyebabkan suatu hukum itu berlaku. Faktor tersebut yang menjadi bahan terbentuknya suatu hukum. Menurut penganut sosiologi faktor faktor tersebut harus dipertimbangkan oleh legislator atau hakim untuk memutus suatu perkara, apabila hal itu terabaikan maka hukum itu tidak lebih hanya mengikuti kehendak penguasa. Dari sudut pandang filsufis terdapat arti dari sumber hukum yaitu, merupakan keadilan yang merupakan esensi hukum. Dalam hal ini sumber hukum menetapkan kriteria apakah hukum tersebut telah berdasar keadilan atau fairness yang disesuaikan dengan kondisi saat itu. Dalam pola pikir kontinental sumber hukum merupakan suatu proses terjadinya hukum dalam mengikat masyarakat. Proses yang dimaksud adalah bukan hanya pemebentukan suatu hukum oleh badan pemerintah tetapi penyerapan substansi hukum tersebut oleh masyarakat. Dalam pola pikir Anglo-American dibedakan antara sumber hukum arti formal dan arti material. Sumber hukum formal merupakan formulasi tekstual yang berupa dokumen resmi berasal dari kekuatan mengikat dan validitas dan dibuat oleh negara. Sedangkan hukum material merupakan hukum berupa kebiasaan, perjanjian, dan lain lain yang tidak dibuat oleh organ negara.

SUMBER HUKUM MENURUT SISTEM CIVIL LAW
Bentuk sumber dalam arti formal dalam civil law adalah peraturan perundang undangan, kebiasaan, dan yurisprudensi. Dalam pengambilan keputusan para yuris atau lembaga peradilan mengacu pada sumber tersebut.
Peraturan perudang undangan memiliki dua karakteristik yaitu berlaku umum dan isinya mengikat keluar. Dalam sifat berlaku umum dapat dipisah menjadi dua lagi yaitu peraturan perundang undangan dan penetapan. Penetapan berlaku secara individual tetapi harus dihormati oleh orang lain. Sedangkan perundang undangan memiliki asas hierarki dan asas preferensi. Hierarki merujuk pada urutan perundang undangan yang berada pada urutan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang statusnya lebih tinggi. Asas preferensi menjaleaskan bahwa apabila pada waktu yang bersamaan keluar peraturan yang substasnsi nya sama maka yang terbaru lah peraturan yang diunggulkan dalam statusnya.
Negara penganut sistem civil law menempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam konstitusi dan semua negara nya pasti memiliki konstitusi tertulis. Konstitusi merupakan kompilasi undang undang yang mengatur tentan lembaga negara beserta fungsi dan haknya serta memuat kekuasaan politik yang dibatasi oleh UU. Konstitusi dirancang untuk menyeimbangkan hak hak rakyat dengan kapasitas lembaga penyelenggara negara sehingga negara dapat berjalan dan berfungsi dengan layak. Oleh karena itulah yang paling utama dalam konstitusi adalah memuat hak asasi manusia dan struktur fundamental pemerintahan. Peringkat kedua dalam hierarki perundang undangan adalah Undang undang. Undang undang dibuat oleh lembaga parlemen atau legislatif yang pengesahannya oleh kepala negara. Undang undang bersifat mengikat bagi seluruh warga negara dan memiliki sifat wajib diketahui oleh seluruhnya. Undang undang merupakan produk parlemen dalam melakukan fungsi legislatif. Dalam hal ini rakyat mewujudkan nilai demokratis melalui wakil rakyat. Dalam pelaksanaannya undang undang tidak selalu berjalan dengan baik sehingga membutuhkan suatu lembaga pengontrol pelaksanaan undang undang.
Kebiasaan merupakan sumber hukum kedua yang dirujuk pada negara penganut sistem civil law. Lebih tepatnya adalah hukum kebiasaan, dapat diketahui bahwa substansi undang undang tidak selalu dapat diterima oleh masyarakat. Suatu transformasi sebuah kebiasaan bisa menjadi hukum adalah suatu kebiasaan tersebut dilakukan berulang kali dan didasari oleh unsur psikologis yang berarti adanya suatu kewajiban yang harus dilakukan sesuai norma akibat konsekuensi sebuah hukum. Kebiasaan yang dilakukan berulang ulang dapat mengindikasikan cerminan cita keadilan. Selengkap lengkapnya undang undang akan ada suatu problematika yang harus diselesaikan oleh hukum kebiasaan. Pada negara demokrasi, hukum ini sangat  diperhitungkan dan dilindungi oleh organ negara karena mengindikasikan sebuah unsur demokrasi negara tersebut.
Yurisprudensi merupakan sumber hukum ketiga yang dirujuk pada negara penganut sistem civil law. Pada saat ini negara modern lembaga peradilannya terlepas dari pengaruh politik sehingga para putusan hakim dapat dikatakan bersifat netral. Tetapi penggunaan keputusan hakim terdahulu pada sistem civil law masih terbilang kuat dibandingkan negara common law karena dapat diketahui bahwa civil law memiliki suatu hierarki undang undang yang menempatkan suatu Konstitusi dan undang undang memiliki status yang tinggi.
PENEMUAN HUKUM
Terlepas dari kewajiban mengikuti preseden, penggunaan yurisprudensi sebagai penyelesaian suatu sengketa menunjukkan bahwa hakim tidak semata mata hanya menerapkan undang undang tetapi juga sebagai pembentuk suatu hukum. Oleh karena itu hakim melakukan pembentukan hukum (rechtsvorming), analogi (rechtsanalogie), penghalusan hukum (rechtsverfijning) atau penafsiran (interpretative). Kegiatan semacam itu dalam hukum kontinental disebut penemuan hukum (rechtsvinding). Tetapi sebenarnya dalam corpus iuris civilis disebutkan Non exemplis sed legibus iudiciandum est yang berarti menolak yurisprudensi sebagai sumber hukum. Tetapi apabila di hubungkan dengan asas demokrasi, yurisprudensi merupakan suatu bentuk pelaksanaan hukum yang dibuat oleh badan legislatif yang mana merupakan bagian perwakilan dari rakyat. Rechtsvorming dilakukan apabila suatu hukum yang ada dinggap kurang jelas menjelaskan. Hal ini bersifat situasional serta kasuistik terhadap suatu pernyataan hukum yang dapat menimbulkan multitafsir. Sebagai contoh adalah pada alam pasal 6 UU No 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Presiden. Melalui SK No 31 Tahun 2004, KPU mengartikan yang dimaksud “mampu secara rohani dan jasmani” adalah segi medis atau sehat. Karena istilah yang digunakan oleh ketentuan UUD bermakna ganda maka pengadilan memutuskan pembentukan hukum dengan mengartikan kemampuan secara jasmani dan rohani sebagai sehat secara medis. Untuk menjelaskan tentang penghalusan hukum (rechtsverfijning) merujuk pada pasal 249 (2) sub 3 kitab undang undang hukum pidana Belanda (wetboek van strafrecht). Ketentuan itu menetapkan sebagai hukuman pidana bagi mereka yang aktif dalam pemeliharaan kesehatan dan pemeliharaan sosial dan melakukan perbuatan mesum pada pasien atau klien yang sudah percaya dengannya karena bantuannya. Dan dalam masyarakat belanda hidup bersama diluar perkawinan atau mereka sebut samenwonen (living together) bukan suatu perbuatan mesum. Oleh karena itu Brouwer Cs memberikan pendapat untuk pengecualian merujuk pada tujuan hukum. Dengan adanya pengecualian tersebut berarti terdapat syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim. Dalam hal inilah hakim telah menghaluskan (verfijnen) aturan yang masih belum operasional. Akhirnya apa yang dikatakan oleh hakim adalah penafsiran atau interpretasi (interpretatie) terhadap undang undang. Ajaran interpretasi pertama kali dikemukakan oleh F.C von Savigny. Suatu interpretasi yang jelas akan berfungsi sebagai rekonstruksi cita hukum yang tersembunyi. Interpretasi terbagi menjadi Interpretasi gramatikal, interpretasi sudut sejarah pembentukan undang undang, interpretasi sistematik, interpretasi teleologis. Interpretasi gramatikal terjadi apabila dalam menetapkan pengertian aturan undang undang merujuk kepada kata kata yang digunakan atau bagian bagian kalimat berdasarkan kata sehari hari atau yang lazim digunakan. Interpretasi sudut sejarah pembentukan undang undang dilakukan apabila ditelusuri risalah pembentukan undang undang itu. Interpretasi Sistematis dimulai dari pengertian hukum yang merupakan suatu sistem dimana dibutuhkan konsistensi, konsistensi disini erat keterkaitannya dengan berbagai ketentuan. Kemudian interpretasi yang terakhir adalah Interpretasi Teologis yang merupakan interpretasi dengan acuan melihat kepada tujuan adanya undang undang tersebut. Dengan menggunakan interpretasi teologis, hakim dapat berperan untuk memberikan nilai nilai keadilan dari aturan undang undang.
SUMBER SUMBER HUKUM MENURUT SISTEM COMMON LAW

Sumber hukum di negara negara penganut sistem common law hanya yurisprudensi yang di Inggris disebut judge-made law atau di Amerika disebut case law dan perundang undangan (statute law). Di Inggris sebelum dituangkan kedalam common law, hukum yang berlaku secara esensial merupakan hukum kebiasaan. Akan tetapi hukum di Inggris bukanlah hukum kebiasaan karena pembentukan hukumnya berdasarkan atas nalar (reason). Mengenai sumber hukum ini terdapat perbedaan antara Inggris dan Amerika. Pertama adalah Inggris wajib mengikuti rules yang dinyatakan dalam putusan hakim sebelumnya. Kedua, di Amerika dikenal adanya judicial review, yaitu pengadilan dapat menyatakan tidak sah ketentuan undang undang yang berlawanan dengan konstitusi dan Inggris tidak mengenal hal itu dikarenakan Inggris tidak memiliki konstitusi tertulis dan di Inggris terkenal dengan adanya supremasi parlemen. 

1 komentar:

Alfi Adhan Prayoga mengatakan...

sering-sering buat tentang hukum oke...

Posting Komentar

 
Naufal's Blog © 2012